Minggu, 22 Februari 2009

Krisis Kelautan Indonesia Akibat Pemanasan Global

Tanggal 11-15 Mei 2009 nanti, Indonesia akan menjadi tuan rumah pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) yang akan dilaksanakan di Manado, Sulawesi Utara. Pelaksanaan WOC ini merupakan upaya masyarakat internasional untuk mencari solusi guna menyepakati dan mendorong implementasi kerjasama menangani perubahan iklilm yang terjadi akibat pemanasan global yang berdampak pada laut.

Tulisan ini kiranya dapat membantu memahami dampak perubahan iklim terhadap laut yang mempunyai fungsi strategis, ekologi, ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup manusia.

Perubahan iklim terjadi karena adanya pemanasan global yaitu meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas seperti Carbon dioxide, Methane, Nitrous oxide, chlorofluorocarbon) dan volatile organic compounds di atmosfer bumi, maka penyerapan energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi, dan pada akhirnya meningkatkan suhu udara di bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim.

Selain perubahan iklim, pemanasan global memicu mencairnya es di belahan kutub bumi. Tutupan es di Antartika (Kutub Selatan) dan Greenland (Kutub Utara) berkurang massanya akibat pelelehan. Pelelehan ini meningkatkan tinggi permukaan laut yang mencapai 17 cm selama abad 20. Dengan kondisi yang ada sekarang, dapat diperkirakan bahwa peningkatan tinggi muka laut di akhir abad ke-21 dapat mencapai angka 28-58 cm.

Dampak Pemanasan Global terhadap Laut di Indonesia

Dari segi existensi kepulauan Indonesia, kenaikan permukaan air laut ini diperkirakan akan menenggelamkan sekitar 2.000 pulau pada tahun 2030. Disamping itu kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti Jakarta, Surabaya, Samarinda, Banjarmasin dll yang berada di tepi pantai juga akan terkena dampak kenaikan air laut bahkan terancam tenggelam. Hal tersebut berdasarkan prediksi bahwa peningkatan tinggi muka laut dapat mencapai 29 cm tahun 2030. Idealnya, kesimpulan tenggelamnya pulau ini harus didukung data yang menyatakan bahwa terdapat 2.000 pulau di Indonesia yang berketinggian kurang dari 29 cm di atas permukaan laut saat pasang tertinggi, namun demikin presdiksi ini memerlukan penelitian dan diskusi lebih lanjut mengingat kenyataannya bahwa tinggi muka laut terus meningkat yang berdampak hilangnya pulau.

Secara ekologi, peningkatan temperatur air laut akibat pemanasan global berdampak pada musnah / rusaknya terumbu karang serta hilangnya plankton serta micro-organisme biota laut lainnya yang merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan kecil yang mempengaruhi rantai makanan dan kelangsungan hidup ikan-ikan pemangsa sebagai sumber nutrisi masyarakat.

Secara ekonomi, selain berkurangnya jumlah ikan dilaut, meningkatnya badai gelombang laut di Indonesia akibat perubahan iklim akan mempengaruhi pendapatan 11 juta nelayan Indonesia yang bergantung pada penangkapan ikan di laut. Gelombang laut yang tinggi dengan badai/ angin yang kencang akan membuat para nelayan mengurungkan niat mereka untuk menangkap ikan yang akan berdampak pada kehilangan mata pencaharian dan memaksa para nelayan merubah mata pencaharian mereka ke sektor pekerjaan lain untuk mencari nafkah.

Secara sosial, perubahan mata pencaharian para nelayan ini akan menimbulkan urbanisasi para nelayan ke kota-kota besar berebut lahan mata pencaharian dengan penduduk lainnya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan masalah-masalah sosial seperti pengangguran, kriminalitas, kemiskinan, urbanisasi yang menjadi beban masalah sosial negara.

Dari segi kesehatan masyarakat, peningkatan permukaan air laut juga akan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di kota-kota yang berada di tepi pantai. Penyakit-penyakit seperti malaria, deman berdarah, tipes, kolera dan disentri dan penyakit-penyakit menular lainnya terus meningkat dan memakan korban yang akhirnya mempengaruhi kesehatan dan daya tahan sosial masyarakat.

Dari segi kedaulatan negara, hilangnya pulau kecil terluar dapat mengubah garis pangkal yang pada akhirnya memengaruhi status dan luas wilayah maritim Indonesia. Ini adalah persoalan yang mengancam kedaulatan, terkait hilangnya pulau dan hak berdaulat terkait wilayah maritim. Perubahan tinggi muka laut memang dapat mengubah garis pangkal sehingga perubahan garis pangkal dapat mengakibatkan perubahan klaim maritim namun sepanjang pada garis batas maritim yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan berpengaruh. Sesuai dengan Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, mengecualikan traktat batas maritim dalam hal perubahan/pembatalan. Ketentuan lain yang terkait adalah Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties 1978.

WOC 2009

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia berpenduduk lebih dari 230 juta, memiliki lebih dari 17.000 pulau, serta 2/3 luas wilayahnya yang terdiri dari laut dan merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang ke-4 di dunia (95.181 km) setelah Kanada, Amerika serikat dan Rusia tak disangka lagi bahwa perubahan iklim dan kenaikan air laut akibat pemanasan global akan sangat berpengaruh bagi kehidupan penduduk, existensi kepulauan dan sumber daya laut di Indonesia.

Pertemuan World Ocean Conference (WOC) 2009 yang akan diadakan pada Mei 2009 diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan akan dihadiri para pemimpin dunia serta ahli kelautan dan lingkungan hidup.

Pelaksanaan WOC 2009 ini merupakan wujud perjuangan diplomasi Indonesia untuk meyakinkan negara-negara pemilik laut dan masyarakat internasional agar duduk bersama membahas masalah kelautan di tingkat dunia. Hasil dari WOC 2009 diharapkan berimplementasi pada kesepakatan dan kerjasama negara-negara maju dan berkembang dalam mencegah tragedi krisis kelautan akibat pemanasan global yang membahayakan kelangsungan hidup umat manusia tersebut.

Penulis adalah Alumni FH Unsrat Manado

Jumat, 20 Februari 2009

Perubahan Iklim Dilihat dari Sisi Kelautan

Hampir 70 % atau 2/3 dari permukaan bumi adalah lautan yang mempunyai fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan berdampak pada kelangsungan kehidupan manusia di bumi. Laut memainkan peranan utama dalam menentukan iklim dan cuaca, disamping itu perubahan iklim akhir-akhir ini mempunyai dampak pada kehidupan di sekitar laut, kehidupan di laut dan mata pencaharian di laut. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang mendalam untuk mengetahui dampak dan ancaman perubahan iklim terhadap laut dan peran laut terhadap perubahan iklim yang telah menjadi isu dunia akhir-akhir ini.

Perubahan iklim yang diakibatkan kecenderungan suhu udara di bumi yang semakin meningkat telah menjadi isu global, regional, maupun nasional. Pemanasan suhu bumi dapat terjadi secara alamiah maupun akibat kemajuan industrialisasi yang semakin pesat, sehingga menghasilkan gas-gas seperti CO2 (Carbon dioxide), CH4 (Methane), N2O (Nitrous oxide), CFCs (chlorofluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds). Dengan meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi, maka penyerapan energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi, dan pada akhirnya meningkatkan suhu udara di bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim.

Perubahan iklim berpengaruh pada seluruh sistem di bumi yang meliputi ekosistem, struktur komunitas dan populasi, distribusi organisma dan sebagainya. Indikasi tentang perubahan iklim mulai nampak dengan bergesernya periode musim dari waktu yang biasanya. Perubahan iklim ini secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Selama 50 tahun terakhir, suhu atmosfir bumi dan konsentrasi CO2 terus meningkat, dan kondisi ini juga menaikkan suhu air laut.

Dampak dari perubahan iklim terhadap aspek kelautan sangat kompleks, karena hal ini bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung, juga dalam jangka waktu yang pendek atau masa yang panjang.

Permasalahan yang timbul dari perubahan iklim ini adalah akibat yang ditimbulkan dari perubahan iklim tersebut khususnya terhadap laut serta upaya-upaya yang dilakukan oleh negara-negara / masyarakat internasional dalam menyikapi dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut.

Faktor-faktor Utama Penyebab Gas Rumah Kaca

Perubahan iklim berkaitan erat dengan dampak timbulnya rumah kaca yang terjadi di atmosfer bumi. Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C, bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global. Efek rumah kaca dapat terjadi oleh karena ulah manusia dan juga kegiatan alam.

A. Pembakaran Bahan Bakar dari Fosil

Aktivitas manusia yang dapat menambah kadar karbon dioksida di atmosfer adalah semua kegiatan yang dikerjakan dengan menggunakan energi dimana energi tersebut diperoleh dari pembakaran bahan fosil, seperti batubara, minyak bumi dan gas alam. Sebagai produk samping utama dari energi yang diperoleh dari pembakaran bahan fosil tersebut adalah gas karbon dioksida yang makin lama akan makin memenuhi atmosfer bumi. Berapa banyak gas karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer bumi dapat di-ilustrasikan dengan data pada kondisi pada tahun 1997.

Pada tahun 1997 tersebut telah diproduksi 5,2 milyard ton batubara, 26,4 milyard barrel minyak bumi dan 81,7 triliun kubik feet gas alam. Apabila bahan-bahan fosil tersebut dibakar untuk memperoleh energi maka akan dihasilkan karbon dioksida sebanyak 6,2 milyard metrik ton yang akan menyebar ke atmosfer bumi. Dari data yang dihimpun oleh UNEP menunjukkan bahwa kadar gas karbon dioksida di amosfer telah meningkat 31% sejak tahun 1975. Peningkatan gas karbon dioksida selama 20 tahun terakhir ini 75% berasal dari hasil pembakaran energi fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara).

Kondisi ini akan menyebabkan efek berantai dimana dengan meningkatnya suhu udara akan menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas penguapan air permukaan dan air laut. Dengan meningkatnya intensitas penguapan air permukaan berarti menambah kadar uap air di atmosfer dan ini menambah konsentrasi gas rumah kaca. Dengan makin meningkatnya intensitas penguapan juga mengakibatkan meningkat dan berubahnya pola presipitasi di wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya banjir di suatu wilayah dan kekeringan di wilayah lainnya.

B. Kegiatan Alam

Seperti telah dikemukakan bahwa terjadinya efek rumah kaca disebabkan oleh sejumlah massa berupa gas atau pertikel-pertikel halus yang ada di atmosfer, misalnya gas karbon dioksida, methane uap air dan partikel-partikel halus berupa debu yang berasal dari letusan gunung berapi. Efek rumah kaca ini sebenarnya sudah terjadi sejak beratus bahkan beribu tahun yang lalu, karena uap air dan karbon dioksida secara alamiah sudah hadir secara seimbang di atmosfer bumi ini.

Adanya karbon dioksida dan uap air alamiah di atmosfer yang dalam keadaan seimbang inilah yang menciptakan variasi suhu udara seperti yang kita rasakan selama ini. Sebab kalau misalnya di atmosfer ini tidak terdapat gas karbon dioksida dan uap air maka suhu udara di bumi akan menjadi 34ÂșC lebih rendah dari yang kita rasakan saat ini.

Namun apabila kadar gas rumah kaca di atmosfer bumi ini meningkat terus melebihi kadar alamiahnya akibat perilaku dan tindakan manusia (external factors) maka akan diikuti peningkatan suhu udara global. Akselerasi pertambahan kadar karbon dioksida di alam ini seharusnya agak dapat dikurangi oleh vegetasi kawasan hutan dan tanaman lainnya yang memerlukan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesa. Namun ironisnya, manusia dengan dalih ingin memper-cepat laju pembangunan justru banyak mem-babat hutan dan membuka lahan.

Kondisi ini akan menyebabkan efek berantai dimana dengan meningkatnya suhu udara akan menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas penguapan air permukaan dan air laut. Dengan meningkatnya intensitas penguapan air permukaan berarti menambah kadar uap air di atmosfer dan ini menambah konsentrasi gas rumah kaca.

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kelautan

A. Dampak Secara Global

Meningkatnya konsentrasi gas di atmosfer terjadi sejak revolusi industri yang membangun sumber energi yang berasal dari batu bara, minyak bumi dan gas yang membuang limbah gas di atmosfer seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O). Sang surya yang menyinari bumi juga menghasilkan radiasi panas yang ditangkap oleh atmosfer sehingga udara bumi bersuhu nyaman bagi kehidupan manusia. Apabila kemudian atnosfer bumi dijejali gas, terjadilah “efek selimut” seperti yang terjadi pada rumah kaca, yakni radiasi panas bumi yang lepas ke udara ditahan oleh “selimut gas” sehingga suhu bumi naik dan menjadi panas. Semakin banyak gas dilepas ke udara, semakin tebal “selimut Bumi”, semakin panas pula suhu bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Beberapa efek/dampak dari perubahan iklim terhadap laut diantaranya yaitu :
Efek umpan balik dari efek rumah kaca .

Anasir penyebab pemanasan global dari efek rumah kaca juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Seperti disampaikan sebelumnya bahwa 2/3 permukaan dunia ini ditutupi oleh laut. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air laut yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu keseimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek pemanasan global

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau termasuk Indonesia. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai dan mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati.

Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai laut akan menjadi lebih sering. Selain itu, air laut akan lebih cepat menguap. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai laut (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Efek Peningkatan Temperatur Laut

El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global. Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan).

Di Indonesia, angin muson yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. Sejak tahun 1980 telah terjadi lima kali El Nino di Indonesia, yaitu pada tahun 1982, 1991, 1994, dan tahun 1997/98. El Nino tahun 1997/98 menyebabkan kemarau panjang, kekeringan luar biasa, terjadi kebakaran hutan yang hebat pada berbagai pulau, dan produksi bahan pangan turun dratis, yang kemudian disusul krisis ekonomi. El Nino juga menyebabkan kekeringan luar biasa di berbagai benua, terutama di Afrika sehingga terjadi kelaparan di Etiopia dan negara-negara Afrika Timur lainnya. Sebaliknya, bagi negara-negara di Amerika Selatan munculnya El Nino menyebabkan banjir besar dan turunnya produksi ikan karena melemahnya upwelling. La Nina merupakan kebalikan dari El Nino.

La Nina terjadi dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino. Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La Nina karena mungkin bisa terjadi banjir. Sejak kemerdekaan di Indonesia, telah terjadi 8 kali La Nina, yaitu tahun1950, 1955, 1970, 1973, 1975, 1988, 1995 dan 1999.

Gangguan Ekologis

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Perubahan iklim selain berpengaruh pada temperatur laut, juga pada susunan kimia laut. Perubahan ini akan mengurangi gugusan koral dan hewan-hewan yang bergantung pada gugusan koral tersebut. Perubahan iklim ini juga akan merubah secara drastis penampilan, struktur, serta komunitas gugusan koral sehingga kalau dibiarkan emisi gas rumah kaca meningkat tanpa kontrol, akan terjadi pemusnahan suatu ekologi yang sangat menakjubkan dari gugusan koral tersebut.

Dampak Sosial Dan Politik

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perubahan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu).

B. Dampak Bagi Indonesia

Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Indonesia adalah negara kepulauan yang 2/3 luasnya terdiri dari lautan. Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang ke-2 (81.000) setelah Kanada serta memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Dengan kesepuluh negara tersebut, Indonesia berbatasan maritim dan sekaligus berbatasan darat dengan tiga diantaranya yaitu Malaysia (di Kalimantan), Papua Nugini dan Timor Leste.
Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki banyak pulau kecil. Menurut Undang-undang No. 27/2007, ada 92 pulau kecil yang menjadi bagian dari Kepulauan Indonesia. Bagi Indonesia, pulau-pulau kecil, terutama yang berlokasi di pinggir kepulauan (pulau terluar) memiliki nilai strategis. Pada pulau-pulau terluar inilah ditempatkan titik-titik pangkal yang membentuk garis pangkal kepulauan. Garis pangkal ini melingkupi seluruh Kepulauan Indonesia dan merupakan acuan untuk mngukur lebar wilayah maritim Indonesia, baik itu laut teritorial (12 mil laut dari garis pangkal), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif (200 mil laut) dan landas kontinen (hingga 350 mil laut atau lebih). Garis pangkal ini juga menjadi referensi dalam menentukan garis batas maritim dengan negara tetangga jika terjadi sengketa atau tumpang tindih klaim.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Laut di Indonesia

Dampak pemanasan global adalah mencairnya es di kutub. Telah terbukti bahwa tutupan es di Antartika (Kutub Selatan) dan Greenland (Kutub Utara) berkurang massanya akibat pelelehan. Hal ini meningkatkan tinggi muka laut yang mencapai 17 cm selama abad 20. Dengan kondisi yang ada sekarang, dapat diperkirakan bahwa peningkatan tinggi muka laut di akhir abad ke-21 dapat mencapai angka 28-58 cm.

Indonesia diperkirakan akan kehilangan 2.000 pulau pada tahun 2030 akibat pemanasan global. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Samarinda, Banjarmasin dll yang berada di tepi pantai juga terancam tenggelam. Hal tersebut berdasarkan prediksi bahwa peningkatan tinggi muka laut dapat mencapai 29 cm tahun 2030. Idealnya, kesimpulan tenggelamnya pulau ini harus didukung data yang menyatakan bahwa terdapat 2.000 pulau di Indonesia yang berketinggian kurang dari 29 cm di atas permukaan laut saat pasang tertinggi, namun demikin presdiksi ini memerlukan penelitian dan diskusi lebih lanjut.

Meskipun jumlah kota-kota di tepi pantai dan pulau-pulau kecil di Indonesia yang akan tenggelam akibat pemanasan global tidak bisa diprediksi dengan mudah, kenyataan bahwa tinggi muka laut terus meningkat yang berdampak dapat mengakibatkan hilangnya pulau. Hilangnya pulau kecil terluar akan mengubah garis pangkal yang akhirnya memengaruhi status dan luas wilayah maritim Indonesia. Ini adalah persoalan serius yang merupakan ancaman atas kedaulatan (sovereignty, terkait hilangnya pulau) dan hak berdaulat (sovereign rights, terkait wilayah maritim). Perubahan tinggi muka laut memang dapat mengubah konfigurasi garis pantai yang pada akhirnya mengubah garis pangkal. Perubahan garis pangkal dapat mengakibatkan perubahan klaim maritim tetapi TIDAK akan berpengaruh pada garis batas maritim yang SUDAH ditetapkan dalam traktat (perjanjian). Hal ini sesuai dengan ketentuan Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, yang mengecualikan traktat batas [maritim] dalam hal perubahan/pembatalan. Ketentuan lain yang mendukug hal ini adalah Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties 1978.

Meningkatnya badai gelombang laut di Indonesia akibat pemanasan global akan mempengaruhi pendapatan nelayan yang bergantung pada penangkapan ikan di laut. Gelombang laut dengan angin yang kencang akan membuat para nelayan akan mengurungkan niat mereka untuk menangkap ikan. Disamping itu, peningkatan temperatur air laut akibat pemanasan global berdampak pada musnah/hilangnya micro-organisme biota laut yang merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan kecil dimana ikan-ikan ini merupakan sumber makanan bagi ikan sedang dan besar. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya jumlah ikan. Masalah tersebut selanjutnya akan berdampak pada kehilangan mata pencaharian, dan bahkan memaksa para nelayan merubah mata pencaharian mereka untuk mencari nafkah. Akibatnya terjadi peningkatan masalah-masalah sosial seperti pengangguran, kriminalitas, kemiskinan, urbanisasi dan masalah-masalah sosial-ekonomi lainnya. Peningkatan permukaan air laut juga akan mempengaruhi kesehatan masyarakat di kota-kota yang berada di tepi pantai. Penyakit-penyakit seperti malaria, deman berdarah, typhus, kolera dan disentri dan penyakit-penyakit menular lainnya terus meningkat dan memakan korban yang akhirnya mempengaruhi kesehatan, kondisi ekonomi dan daya tahan sosial masyarakat.

Upaya Internasional Mengatasi Perubahan Iklim Terhadap Laut

Menyikapi perubahan iklim akibat pemanasan global serta dampaknya terhadap laut mendorong masyarakat internasional untuk menyikapi permasalah tersebut. Masyarakat Internasional telah menyelenggarakan berbagai pertemuan yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang diharapkan dapat diimplementasikan untuk mengatasi dampak perubahan iklim :

A. KTT Bumi 1992

Pada tahun 1992, diselenggarakan Konperensi PBB mengenai Pembangunan dan Lingkungan Hidup (the UN Conference on Environment and Development) di Rio de Janeiro, Brasilia (3-14 Juni 1992).

KTT Bumi 1992 telah menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda 21, Forests Principles dan Konvensi Perubahan Iklim (Climate Change) dan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity). Untuk pertama kalinya peranan aktor non pemerintah yang tergabung di dalam "major groups" mendapat pengakuan dan sejak saat itu peranan mereka di dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan secara efektif tidak dapat diabaikan. KTT Bumi juga menghasilkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung 3 pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup.

Konperensi ini telah berupaya mencapai tingkat pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang konsep dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), serta bagaimana menterjemahkannya ke dalam tindakan nyata sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Rio dan Agenda 21. Prinsip-prinsip utama yang terdapat dalam Deklarasi Rio antara lain:

a. Keadilan intergenerasi (intergenerational equity).
b. Pencegahan dini (precautionary principle).
c. Pelestarian keanekaragaman hayati (conservation of biological diversity).
d. Internalisasi biaya-biaya lingkungan dan mekanisme insentif (internalization of environmental costs and incentive mechanisms).

KTT Bumi 1992 ini juga menghasilkan Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change / UNFCCC). Konvensi ini bertujuan untuk menjaga kestabilan emisi gas rumah kaca di atmosfer yang dapat mengganggu keseimbangan ikllim.

B. Protokol Kyoto

Pada Konvensi ke-3 Negara-negara Pihak UNFCCC di Kyoto menghasilkan Kyoto Protocol. Protokol tersebut merupakan sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB:
"Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca - karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC - yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia."

C. COP ke-13 Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC)

Konvensi tersebut diadakan di Bali, 3-15 Desember 2007, merupakan pelaksanaan Konvensi ke-13 Negara Pihak pada UNFCCC, dimana Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Konvensi tersebut. Konvensi menghasilkan Bali Road Map, yang antara lain yaitu :

- Negara peserta sepakat membiayai proyek adaptasi di negara-negara berkembang, yang ditanggung melalui clean development mechanism (CDM) yang ditetapkan Protokol Kyoto. Proyek ini dilaksanakan oleh Global Environment Facility (GEF).

- Reducing emissions from deforestation in developing countries (REDD) merupakan isu utama di Bali. REDD akan fokus pada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi.

- Peserta sepakat untuk menggandakan batas ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun. Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan wilayah negara CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa ikut mekanisme ini.

D. UNCLOS (Konvensi PBB Tentang Hukum Laut) 1982

Pada tanggal 30 April 1982, masyarakat internasional mengesahkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Salah satu pokok penting dalam Konvensi PBB ini meminta negara-negara peserta Konvensi untuk berkewajiban melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 192 Konvensi : ‘’States have the obligation to protect and preserve the marine environment ‘’.

E. World Ocean Conference

Indonesia akan menjadi tuan rumah World Ocean Conference yang diadakan di Manado Sulawesi Utara pada 11-15 Mei 2009. Konperensi ini merupakan yang pertama berkenaan dengan kelautan sebagai upaya membangun kesepakatan terhadap pemanfaatan pengelolaan sumber daya laut yang prakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Forum WOC 2009 akan menjadi pertemuan resmi untuk membangun komitmen dan mendiskusikan masa depan kelautan dunia, peran laut terhadap perubahan iklim, dan dampak perubahan iklim terhadap laut.

WOC 2009, yang digelar dengan tema ”Climate Change Impacts to Ocean and The Role of Ocean to Climate Change”, akan ditandai dengan ”Manado Ocean Declaration”.
Deklarasi Kelautan Manado ini diharapkan membangun paradigma baru dan merupakan langkah awal bagi percepatan pembangunan kelautan di tingkat nasional, regional, dan internasional.

Dalam forum ini akan dibahas sejumlah topik, seperti dampak perubahan iklim global terhadap laut, keanekaragaman hayati kelautan, industri dan jasa kelautan, penanganan bencana kelautan, dan laut sebagai masa depan.
Penulis : Alumnus FH Unsrat Manado

Selasa, 20 Januari 2009

PENTINGNYA ASEAN CHARTER BAGI ASEAN

Pada awal berdirinya ASEAN pada 8 Agustus 1967, ASEAN tidak memiliki sebuah Charter / Piagam yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN. ASEAN berdiri dengan didasarkan sebuah Deklarasi, yaitu Deklarasi Bangkok. Namun demikian, dalam perkembangannya dirasakan perlu untuk membuat suatu Charter yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN dan menegaskan legal personality dari ASEAN. Pada akhirnya, ASEAN Charter telah disetujui dan ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13 di Singapura, November 2007 pada tanggal 20 November 2007.

ASEAN Charter merupakan “Crowning Achievement” dalam memperingati 40 tahun berdirinya ASEAN yang akan memperkuat semangat kemitraan, solidaritas, dan kesatuan negara-negara anggotanya dalam mewujudkan Komunitas ASEAN. ASEAN Charter ini menjadi landasan konstitusional pencapaian tujuan dan pelaksanaan prinsip-prinsip yang dianut bersama untuk pencapaian pembangunan Komunitas ASEAN di tahun 2015. ASEAN Charter menjadi landasan hukum kerjasama ASEAN sebagai suatu “rules-based organization” setelah 40 tahun berdirinya ASEAN. ASEAN Charter menjadikan ASEAN sebagai subjek hukum (memiliki legal personality). ASEAN Charter membuat ASEAN dapat melaksanakan kegiatannya berdasarkan aturanaturan hukum yang telah disepakati serta diarahkan pada kepentingan rakyat. ASEAN Charter membuat kerjasama antar negara anggota ASEAN akan berlangsung lebih erat dan diatur dalam kerangka hukum dan kelembagaan yang lebih mengikat.

Sejak berdirinya ASEAN, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara ini telah menandatangani banyak deklarasi dan pernyataan yang menyatukan tujuan-tujuan dan kesepakatan-kesepakatan perhimpunan ini. Namun ASEAN mendapat kritik tajam karena kemajuannya lambat dan kegagalannya menangani isu-isu kontroversial seperti hak asasi manusia (HAM). Cara-cara menghadapi masalah seperti ini membuat perhimpunan negara-negara Asia Tenggara tersebut mendapat julukan “Cara ASEAN”, atau diplomasi berdasar konsultasi dan konsensus tanpa campur tangan.

Namun untuk menjawab kritik tersebut dan sekaligus membuat ASEAN lebih dinamis, dalam sepuluh tahun belakangan ini perhimpunan bangsa-bangsa ini meluncurkan proyek-proyek yang lebih ambisius.

Pada Desember 1997, Visi ASEAN 2020 diluncurkan. Visi ini merumuskan sebuah tujuan strategis bagi Perhimpunan ini dan mengundang kerja sama yang kokoh di antara anggota- anggotanya menuju terciptanya “sebuah komunitas yang peduli”. Upaya ini menempuh serangkaian rencana tindakan untuk mulai bekerja menuju visi yang dirumuskan dalam Visi ASEAN 2020. Rencana-rencana tindakan ini menjelaskan kebijakan dan proyek khusus yang akan dilaksanakan oleh anggota-anggota ASEAN guna mewujudkan tujuan kerja sama dan masyarakat (komunitas). Rencana-rencana tersebut melingkupi masa enam tahun dan akan ditinjau setiap tiga tahun. Rencana yang pertama adalah Hanoi Plan of Action yang dilaksanakan dari tahun 1998-2004. Dan rencana yang saat ini sedang berjalan adalah Vientiane Action Programme (VAP) dari 2004-2010. Pada KTT ke-9 di Bali Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menandatangani Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II). Dalam kesepakatan tersebut, para pemimpin menegaskan kembali komitmen mereka mendirikan Masyarakat ASEAN dan menentukan kerja sama politik dan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya sebagai tiga pilar Masyarakat ASEAN. Kesepakatan tersebut membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC).

Dengan ditandatanganinya ASEAN Charter pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura oleh para pemimpin ASEAN menandai pengaturan yang lebih formal bagi ASEAN, dan menyatakan kesepakatan tersebut berdasarkan aturan main ASEAN.

GARIS BESAR ISI ASEAN CHARTER

Penyusunan ASEAN Charter menegaskan kembali prinsip-prinsip yang tertuang dalam seluruh perjanjian, deklarasi dan kesepakatan ASEAN. ASEAN Charter antara lain memuat:

• Tujuan dan prinsip ASEAN
• Hak dan kewajiban negara anggota ASEAN
• Struktur dan fungsi kelembagaan ASEAN
• Mekanisme dan proses pengambilan keputusan ASEAN
• Penyelesaian sengketa antara negara anggota ASEAN
• Hubungan eksternal ASEAN dengan pihak luar.

STRUKTUR ASEAN CHARTER

ASEAN Charter terdiri dari Preamble, 13 Bab dan 55 Pasal yang strukturnya terdiri dari:

• Preamble
Memuat komitmen dan keinginan bersama negara anggota untuk mewujudkan Komunitas ASEAN yang damai, aman, stabil dan sejahtera, yang ditujukan untuk kepentingan generasi ASEAN saat ini dan mendatang.

• Chapter I - Purposes and Principles
Antara lain memuat hasrat ASEAN untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan serta mendorong peace-oriented attitudes dan perwujudan kawasan Asia Tenggara yang bebas senjata nuklir; membentuk ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi yang kompetitif dan terintegrasi, dengan memfasilitasi arus perdagangan, investasi, arus modal, pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja yang lebih bebas; mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan; dan memperkuat demokrasi, good governance, dan perlindungan HAM.

• Chapter II - Legal Personality
Menegaskan bahwa ASEAN menjadi suatu organisasi antar-pemerintah dengan legal personality.

• Chapter III - Membership
Menyebutkan bahwa aksesi dan penerimaan anggota baru harus diputuskan secara konsensus oleh KTT ASEAN (ASEAN Summit) Menegaskan langkah dan tindakan yang diambil apabila terjadi pelanggaran serius (serious breach) terhadap ASEAN Charter dan ketidak-patuhan (non-compliance).

• Chapter IV - Organs
Mengatur struktur dan mekanisme ASEAN antara lain:

1. Konferensi Tingkat Tinggi/KTT (Summit) ASEAN
2. Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) terdiri dari Menteri Luar Negeri
3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils) terdiri dari ketiga pilar Komunitas ASEAN yaitu Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council), Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council), Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Council).
4. ASEAN Sectoral Ministerial Bodies
5. Committee of Permanent Representatives
6. Sekretaris Jenderal ASEAN
7. Sekretariat Nasional ASEAN
8. ASEAN Human Rights Body
9. ASEAN Foundation

• Chapter V - Entities Associated with ASEAN
Memuat pasal yang mengatur hubungan ASEAN dengan badan-badan yang berasosiasi dengan ASEAN, serta prosedur dan criteria interaksi ASEAN dengan badan-badan tersebut.

• Chapter VI - Immunities and Privileges
Mengatur kekebalan dan hak khusus Sekretaris Jenderal dan Pejabat Sekretariat ASEAN, Perwakilan Tetap negara-negara anggota pada ASEAN, dan Pejabat yang bertugas dalam kerangka ASEAN di negara-negara anggota.

• Chapter VII - Decision Making
Prinsip dasar pengambilan keputusan di ASEAN didasarkan pada konsultasi dan consensus. Sekiranya konsensus tidak dapat tercapai maka KTT ASEAN akan memutuskan bagaimana suatu keputusan spesifik akan diambil.

• Chapter VIII - Settlement of Disputes
Prinsip umum penyelesaian sengketa dilakukan secara damai, dengan dialog, konsultasi dan negosiasi.

• Chapter IX - Budget and Finance
Anggaran operasional Sekretariat ASEAN akan dibebankan kepada negara-negara anggota ASEAN melalui iuran tahunan.

• Chapter X - Administration and Procedure
Kepemimpinan (chairmanship) ASEAN akan dipegang secara berotasi berdasarkan abjad dan dipegang selama satu tahun.

Ketua ASEAN akan mengetuai pertemuan:
1. KTT ASEAN dan KTT terkait lainnya
2. ASEAN Coordinating Council
3. ASEAN Community Council
4. Pertemuan tingkat Menteri Sektoral yang relevan
5. Committee of Permanent Representatives.

• Chapter XI - Identity and Symbols
Mengatur motto, bendera, lambang, hari ASEAN dan lagu ASEAN (ASEAN Anthem)

• Chapter XII - External Relations
Menegaskan bahwa ASEAN akan menjadi primary driving force dalam tatanan kerjasama regional yang dilakukannya.

• Chapter XIII - General and Final Provisions
Mengatur tentang ketentuan-ketentuan umum yang terkait dengan ASEAN Charter yang antara lain menjelaskan bahwa semua negara anggota ASEAN wajib menandatangani dan meratifikasi ASEAN Charter yang dilakukan sesuai dengan mekanisme internal masing-masing.

POKOK-POKOK PENTING ASEAN CHARTER

Sebagai Konstitusi ASEAN, ASEAN Charter memuat pokok-pokok penting diantaranya :

1. Pembentukan ASEAN Human Rights Body, merupakan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam ASEAN dalam rangka menjunjung dan melindungi hak-hak asasi dan kebebasan fundamental manusia.

2. Dicantumkannya konsep regional resilience, comprehensive security, good governance and rule of law dan demokrasi sesuai tercantum dalam tujuan ASEAN.

3. Mengatur apabila terjadi ketidakpatuhan (non compliance) dan pelanggaran terhadap isi dari ASEAN Charter.

4. Menekankan pada kedaulatan dan integritas teritorial serta tidak menggunakan wilayah ASEAN untuk upaya yang mengancam kedaulatan dan integritas wilayah suatu negara

5. Pembentukan single market dan production base serta upaya memfasilitasi arus perdagangan, investasi, modal, pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja

6. Mekanisme penyelesaian sengketa secara damai oleh anggota ASEAN melalui dialog, konsultasi dan negopsiasi. ASEAN memelihara dan membentuk mekanisme penyelesaian konflik dalam berbagai bidang kerjasama ASEAN.

7. Memperkuat Sekretariat ASEAN di Jakarta, Sekretariat Jenderal ASEAN terdiri dari Sekretaris Jendral dan staff-staff yang diperbantukan. Sekjen ASEAN dan para staff Sekretariat ASEAN memiliki imunitas dan previllege. Disamping itu, tiap negara anggota ASEAN akan menempatkan para Duta Besarnya sebagai Perwakilan Tetap di ASEAN Secretariat sebagai kesepakatan Pembentukan Committee of Permanent Representative yang terdiri dari Wakil Tetap negara ASEAN pada tingkat Duta Besar yang berkedudukan di Jakarta.

8. Diperkuatnya peranan Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN, dimana Sekretaris Jendral melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab Sekreariat ASEAN, memfasilitasi dan memonitor kemajuan dalam implementasi persetujuan-persetujuan dan keputusan ASEAN, ikut serta dalam KTT ASEAN, Dewan Komunitas ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, dan pertemuan-pertemuan ASEAN lainnya, menyampaikan pandangan dan hadir dalam pertmeuan-pertemuan di luar ASEAN sesuai dengan garis-garis kebijakan dan mandat yang diberikan, merekomendasi penunjukan dan memberhentikan Wakil Sekretaris Jenderal kepada Dewan Koordinasi ASEAN. Disamping itu, Sekretaris Jenderal dibantu oleh 4 (empat) orang wakil Sekjen ASEAN dengan status sebagai wakil Menteri.

9. ASEAN Charter ini merumuskan pula pelaksanaan hubungan eksternal ASEAN dan bagaimana ASEAN berhubungan dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) serta organisasi-organisasi internasional lainnya.

Bagian terbesar dari ASEAN Charter diperuntukkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan-kegiatan ASEAN sendiri, identifikasi tujuan-tujuan dan prinsipnya, serta hubungan di antara para anggotanya, menjelaskan soal-soal keanggotaan, dan fungsi-fungsi yang pasti serta tanggung jawab setiap organ ASEAN.

Charter ini menciptakan birokrasi formal ASEAN yang baru, termasuk hal-hal berikut ini:

• Dewan Koordinasi ASEAN yang terdiri atas pertemuan menteri-menteri luar negeri ASEAN dua kali dalam setahun;
• Dewan Masyarakat ASEAN: Dewan Politik-Pertahanan ASEAN, Dewan Ekonomi ASEAN, dan Dewan Sosial-Budaya ASEAN;
• Komite Perwakilan Tetap ASEAN, terdiri dari perwakilan yang ditunjuk oleh anggota-anggota ASEAN dengan peringkat duta besar, dan berkedudukan di Sekretariat ASEAN di Jakarta, dan
• Badan Hak Asasi Manusia ASEAN, kerangka acuannya akan ditentukan oleh Pertemuan Menteri-menteri Luar Negeri ASEAN.

Beberapa perubahan juga terjadi dalam beberapa organ ASEAN yang selama ini ada, seperti:

• Penyelenggaraan KTT ASEAN dua kali dalam setahun, dari yang sekarang diselenggarakan hanya satu kali dalam setahun;
• Akan ada kepemimpinan tunggal untuk badan-badan ASEAN tingkat tinggi yang penting. Hal ini berarti negara yang menjadi ketua ASEAN untuk tahun berjalan akan menjalankan kepemimpinan dari badan-badan resmi ASEAN, dan
• Definisi ulang dan penguatan peran-peran Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN.

ASEAN CHARTER MEMPERERAT KERJASAMA KEAMANAN

Institusionalisasi ASEAN dalam bentuk ASEAN Charter, menjadi pilihan para pemimpin ASEAN untuk menghadapi ancaman instabilitas. Hal ini dilakukan untuk memperkuat posisi ASEAN yang sebelumnya merupakan organisasi yang terbentuk berdasarkan sebuah deklarasi. Dalam ASEAN Charter ini, kesepuluh anggota menyatakan persetujuannya untuk “maintain and enhance peace, security and stability and further strengthen peace-oriented values in the region,” serta to enhance regional resilience by promoting greater political, security, economic and socio-cultural cooperation.” Selain itu juga, persamaan anggapan untuk menyelesaikan semua masalah tanpa mengganggu kedaulatan negara-negara anggota melalui consultation and consensus.

Dalam ASEAN Charter negara-negara anggota setuju untuk promote its common ASEAN identity and asense of belonging among its peoples in order to achieve its shared destiny, goals and values. Dengan semangat One Vision, One Identity, One Community, sekuritisasi yang dilakukan ASEAN adalah dengan mendasarkan organisasinya pada 3 pilar: political-security community, economic community, dan socio-cultural community.
Charter itu juga menekankan prinsip tidak campur tangan (non-interference) dalam masalah internal anggota ASEAN. Terkait dengan isu lingkungan, piagam ini menyerukan pembangunan berkelanjutan untuk melindungi lingkungan, sumber daya alam dan warisan budaya. Sebagai salah satu bentuk respon terhadap ancaman yang dihadapi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN Charter tidak hanya bertujuan menjaga dan mempertahankan stabilitas yang ada, tetapi juga untuk membuat ASEAN menjadi institusi yang lebih kuat. ASEAN Charter meliputi sekuritisasi terhadap semua aspek, mengingat kompleksitas masalah yang dihadapi sebuah organisasi regional. Meskipun ruang lingkupnya sangat luas, dapat disimpulkan piagam ini bertujuan menjaga stabilitas internal agar tidak terjadi persengketaan antar negara anggota sekaligus mempererat kesatuan dalam mengahadapi ancaman-ancaman dari luar kawasan. ASEAN CHARTER MENGINTEGRASIKAN EKONOMI ASEAN ASEAN Charter menjadi payung hukum bagi negara-negara di kawasan menuju ASEAN Economic Community (EAC), sehingga kerja sama ekonomi bisa lebih terintegrasi, dan target pelaksanaannya bisa dipenuhi pada 2015. ASEAN Charter ini juga mengarah pada pembentukan pasar tunggal berbasis produksi yang kompetitif dan terintegrasi secara ekonomi.
Sebuah pasar tunggal dan basis produksi pada dasarnya merupakan sebuah kawasan yang secara keseluruhan dilihat oleh negara-negara anggota ASEAN, bukannya sekedar pasar dan sumber daya yang berada dalam batas-batas nasional dan hanya melibatkan para pelaku ekonomi di tingkat nasional. Hal ini berarti sebuah negara anggota akan memperlakukan barang dan jasa yang berasal dari mana saja di ASEAN secara setara sebagaimana perlakuan mereka atas barang (produk) nasional mereka. Hal ini akan memberi keistimewaan dan akses yang sama kepada investor-investor ASEAN seperti halnya investor nasional mereka, buruh terampil dan para profesional akan bebas melakukan pekerjaan mereka di mana saja di ASEAN.

Untuk memfasilitasi integrasi ke pasar tunggal dan basis produksi dengan lebih cepat, Masyarakat Ekonomi ASEAN memfokuskan dua wilayah khusus, yaitu: sektor-sektor integrasi prioritas, pangan, pertanian dan kehutanan. Ada 12 sektor integrasi prioritas, yaitu: produk-produk berbasis pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis kayu, perjalanan udara, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata, dan logistik. Inilah sektor-sektor yang paling diminati anggota ASEAN, dan menjadi tempat mereka berkompetisi satu sama lain. Gagasannya adalah jika sektor-sektor ini diliberalisasi penuh, sektor-sektor ini akan berintegrasi (menyatu), anggota ASEAN akan mengembangkan keunggulan wilayah di sektor-sektor ini dengan menarik investasi dan perdagangan di dalam ASEAN (contohnya dengan saling melakukan outsourcing), serta membantu mengembangkan produk-produk “buatan ASEAN”.

Fokus khusus pada pangan, pertanian dan kehutanan berkaitan dengan bagaimana mengembangkan sebuah sektor yang dipertimbangkan paling sensitif oleh anggota ASEAN. Karena hal ini akan diintegrasikan dalam sebuah pasar tunggal, Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN melihat bagaimana liberalisasi perdagangan di wilayah ini akan dilaksanakan, dan bagaimana standard-standard umum dikembangkan. Selain itu, kerja sama dan alih teknologi dengan bantuan organisasi-organisasi internasional/regional (seperti Food and Agricultural Organzation/FAO) dan sektor swasta juga menjadi perhatian ASEAN. Hal ini juga mengundang produsen pertanian melalui promosi dan berjaringan kerja sama pertanian.

Selain pasar tunggal, Masyarakat Ekonomi ASEAN juga melihat sebuah kawasan ekonomi dengan semangat kompetisi yang tinggi, pembangunan ekonomi yang setara, dan integrasi penuh dalam ekonomi global. Pembangunan kawasan kompetitif ini akan dilakukan dengan membuat beberapa kebijakan bersama dan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan. Untuk itu, ASEAN akan menyelaraskan kebijakan-kebijakan kompetisi, perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, pajak dan e-commerce. ASEAN akan mendirikan sebuah jaringan transportasi yang terintegrasi (udara, laut, dan darat); mengembangkan sistem ICT yang dapat dihubungkan dan digunakan oleh semua negara di kawasan ini; mencari proyek-proyek untuk jaringan listrik dan pipa gas yang terintegrasi; mempromosikan sektor penambangan; dan menarik sektor swasta untuk mendanai upaya-upaya tersebut.

ASEAN CHARTER MENINGKATKAN KERJASAMA SOSIAL BUDAYA ASEAN

Kerjasama di bidang Sosial Budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “ a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerjasama sosial-budaya mencakup kerjasama di beidang kepemudaan, wanita, kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, dan ketenagakerjaan serta Yayasan ASEAN.

PENUTUP

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan ASEAN Charter menjadi landasan hukum ASEAN dalam melaksanakan semua kegiatannya yang berorientasi terhadap kepentingan rakyat. ASEAN Charter memberikan kerangka legal dan institusional untuk mencapai ASEAN Community. Dengan ASEAN Charter, ASEAN mempunyai status legal sebagai organisasi regional yang bersifat intergovernmental. Dengan status ini, ASEAN bisa menyuarakan posisi sebagai kekuatan entitas bersama.

ASEAN Charter memberikan aturan hukum yang jelas untuk mengatur hubungan kerja sama di antara 10 negara anggota ASEAN sehingga bisa menjawab tantangan ke depan, karena piagam ini merupakan hasil karya 10 negara sehingga semua kepentingan setiap negara anggota diakomodir dalam Piagam dimaksud.

Penandatanganan piagam ini menjadi pintu terwujudnya Komunitas ASEAN tahun 2015 yang meliputi bidang keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya sesuai dengan kesepakatan negara-negara anggota ASEAN di Bali tahun 2003. ASEAN Charter baru dapat berlaku jika telah diratifikasi oleh seluruh negara anggota ASEAN yakni dengan menyerahkan dokumen ratifikasi kepada Sekretarias Jenderal ASEAN untuk disimpan oleh Sekretariat.

Dalam ASEAN Charter ini, kesepuluh anggota menyatakan persetujuannya untuk “maintain and enhance peace, security and stability and further strengthen peace-oriented values in the region,” serta to enhance regional resilience by promoting greater political, security, economic and socio-cultural cooperation.” Selain itu juga, persamaan anggapan untuk menyelesaikan semua masalah tanpa mengganggu kedaulatan negara-negara anggota melalui consultation and consensus.

Dengan ASEAN Charter, negara-negara anggota setuju untuk promote its common ASEAN identity and asense of belonging among its peoples in order to achieve its shared destiny, goals and values. Dengan semangat One Vision, One Identity, One Community, sekuritisasi yang dilakukan ASEAN adalah dengan mendasarkan organisasinya pada 3 pilar: political-security community, economic community, dan socio-cultural community.

Melalui ASEAN Charter, kerja sama ekonomi bisa lebih terintegrasi, dan target pelaksanaannya bisa dipenuhi pada 2015. ASEAN Charter ini juga mengarah pada pembentukan pasar tunggal berbasis produksi yang kompetitif dan terintegrasi secara ekonomi, termasuk didalamnya kerjasama di bidang Sosial Budaya yang menjadi salah satu titik tolak utama dalam rangka meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “ a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi.
Penulis : Alumnus FH Unsrat Manado